Konon, pada jaman wayang kulit masih
menguasai tanah jawa, para dedemit merajai hutan-hutan belantara kita, para
begal menguasai jalan2 Jawadwipa, ada seorang raja besar bernama Prabu
Niwatakawaca dari negara Manik Mantaka.Prabu Niwatakawaca ini
begitu saktinya sehingga para raja di Marcapada sangat takut kepadanya,
demikian juga para Dewa yang juga juga takut pada kesaktiannya, sehingga apa
yang diminta harus dikabulkan.
Prabu Niwatakawaca mempunyai wewenang tak terbatas dimana
semua kekuasaan ada ditangannya bersama para kroninya. Kita tahu tidak ada
seorangpun di Negara Manikmantaka yang berani protes, apalagi menentang
kebijakannya. Jangankan rakyat, KPK negara Manikmantaka aja tidak berani untuk
mengungkap apapun bobroknya sang raja. Dalam hal kekayaan pribadi, Prabu
Niwatakawaca begitu kaya raya, bisnisnya merambah dimana-mana, mau ngomong
proyek banyak, ngomong bisnis (banyak dikelola keluarga dan teman-temannya),
mau minta mercy ada, wah pokoknya lengkap.
Namun, yang namanya kekuasaan semakin
besar semakin kurang saja kebutuhannya. Setelah tidak menemukan lawan tanding
yang sepadan di Marcapada, Prabu Niwatakawaca kemudian menyerang Kahyangan
untuk meminta suatu yang mustahil dipenuhi, yaitu mempersunting Dewi
Supraba, bidadari putri Batara Indra. Batara indra sendiri takut jika
permintaan raja raksasa ini ditolak, akan berakibat hancurnya Kahyangan. Oleh
karena itu rapat para Dewa memutuskan untuk mengulur waktu, persis seperti
agustusan dalam lomba tarik tambang.
Alhasil Batara Guru sebagai rajanya para Dewa memerintahkan
Betara Indra untuk meminta pada Arjuna melawan Prabu Niwatakawaca. Arjuna yang
waktu itu sedang bertapa, langsung menyanggupi permintaan ini, apalagi jika
menang akan dinikahkan dengan bidadari Dewi Supraba. Hal ini menjadikan
semangat Arjuna semakin berkobar.
Mendengar para Dewa punya jago baru, Prabu Niwatakawaca
langsung menyerang Kahyangan. Semua pasukannya disiapkan, sampai-sampai jalanan
menuju Kahyangan penuh sesak oleh tentara Manikmantaka yang rata-rata raksasa
itu berjalan seenaknya. Mereka tidak mengenal rambu-rambu lalu lintas, Ada yang
tidak pakai baju, tidak pakai sepatu dan tidak ada kedisiplinan dalam
pasukannya. Namun mereka semua bersemangat karena diming-imngi bidadari cantik
di Kahyangan.
Dalam perang itu senjata seperti panah, tombak maupun
pedang berseliweran. Prajurit menghadapi prajurit, perwira menghadapi perwira,
demikian pula Arjuna harus menghadapi Prabu Niwatakawaca. Dalam perang tanding
tersebut, raja raksasa ini memang kebal terhadap segala macam senjata. Arjuna
sudah mengeluarkan segala macam kesaktian dan senjatanya. Keris pusaka sudah
ditusukkan, tombak sudah dilemparkan bahkan panah sudah dihamburkan, namun
tidak satupun senjata tersebut melukainya.
Pada puncak peperangan Prabu Niwatakawaca kemudian
mengeluarkan panah saktinya sehingga menyebabkan Arjuna terkapar tak berkutik.
Prabu Niwatakawaca kemudian menghampri Arjuna untuk menusuknya dengan tombak,
namun Dewi Supraba kemudian menangis, menahan dan supaya melupakan Arjuna yang
sudah dianggap tak berdaya. Sang Dewi kemudian merayu Sang Prabu dan kemudian
memujinya setinggi langit, sampai-sampai sang Prabu menceritakan bahwa tidak
akan ada senjata yang sanggup melukainya asalkan semua itu tidak mengenai
kelemahannya yaitu diujung lidahnya. Mendengar ini Dewi Supraba tambah merayu
dan memuji sehingga Sang Prabu tertawa terbahak-bahak.
Dibalik rayuannya Dewi Supraba juga memberi isyarat pada Arjuna tentang
kelemahan raja raksasa ini sehingga dalam waktu sekejab meluncurkan panah sakti
“sarotama” pemberian
0 komentar:
Posting Komentar